Sumpah Pemuda di Mata Pemuda LDII

sako-sekawan-persada
Peristiwa Kongres Pemuda yang menghasilkan Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 adalah babak baru sejarah bangsa Indonesia. Peristiwa itu menandakan kesadaran sebagai satu bangsa, satu bahasa, dan satu tanah air, yang kemudian menjadi modal kuat bangsa Indonesia ketika merdeka dari penjajahan Belanda.
Peristiwa Sumpah Pemuda merupakan suatu pengakuan dari Pemuda-Pemudi Indonesia di awal abad 20, mengenai satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa. Sumpah Pemuda dibacakan pada tanggal 28 Oktober 1928 hasil rumusan dari Kongres Pemuda II Indonesia yang hingga kini setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda.
Kongres Pemuda II dilaksanakan tiga sesi di tiga tempat berbeda oleh organisasi Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI) yang beranggotakan pelajar dari seluruh wilayah Indonesia. Kongres yang dihadiri oleh berbagai wakil organisasi kepemudaan yaitu Jong Java, Jong Batak, Jong, Celebes, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond, Jong Ambon, dsb serta pengamat dari pemuda Tiong Hoa seperti Kwee Thiam Hong, John Lauw Tjoan Hok, Oey Kay Siang dan Tjoi Djien Kwie. Inilah isi Sumpah Pemuda yang melegenda itu:
PERTAMA : Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Bertoempah Darah Jang Satoe, Tanah Indonesia. (Kami Putra dan Putri Indonesia, Mengaku Bertumpah Darah Yang Satu, Tanah Indonesia).
KEDOEA : Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Berbangsa Jang Satoe, Bangsa Indonesia. (Kami Putra dan Putri Indonesia, Mengaku Berbangsa Yang Satu, Bangsa Indonesia).
KETIGA : Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mendjoendjoeng Bahasa Persatoean, Bahasa Indonesia. (Kami Putra dan Putri Indonesia, Menjunjung Bahasa Persatuan, Bahasa Indonesia).
Dalam peristiwa sumpah pemuda yang bersejarah tersebut diperdengarkan lagu kebangsaan Indonesia untuk yang pertama kali yang diciptakan oleh W.R. Soepratman. Lagu Indonesia Raya dipublikasikan pertama kali pada 1928 pada media cetak surat kabar Sin Po, yang mencantumkan teks, yang menegaskan bahwa lagu itu adalah lagu kebangsaan. Lagu itu sempat dilarang oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda, namun para pemuda tetap terus menyanyikannya.
Nasionalisme itu memuncak hingga tercetuslah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Lantas bagaimana kata pemuda LDII mengenai Sumpah Pemuda? Sumpah Pemuda seperti menjadi pengingat ketika pemuda mulai sangat individual. “Inilah tugas besar pemuda Indonesia masa kini. Jangan sampai terpecah belah, harus memegang teguh prinsip Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan dan Pancasila yang terbukti sukses menjadi perekat bangsa, untuk mengisi kemerdekaan,” ujar Yusuf Wibisono dari Departemen Pemuda, Kepanduan, dan Olahraga DPP LDII.
Yusuf menambahkan apabila prinsip dan ideologi tersebut sudah tertanam dalam diri, maka tujuan Sumpah Pemuda sebagai faktor perekat bangsa sesungguhnya telah mencapai keberhasilan. Sayangnya, tidak banyak pemuda Indonesia saat ini, yang meyakini ideologi Pancasila dan memadukannya dengan sikap nasionalisme. Padahal, itulah modal sosial bangsa Indonesia.
“Pemuda Indonesia dengan gerakan revolusionernya, seharusnya lebih bangga dan cinta terhadap tanah air. Melestarikan adat-adat ketimuran yang khas Indonesia. Boleh saja mengikuti pemikiran budaya Barat yang cenderung terbuka dan bebas, namun tidak melupakan ideologi utama, Pancasila,” imbuh Yusuf.
Menurut tokoh muda LDII bidang IT, Tri Nugroho, pada masa lampau sumpah pemuda adalah hari di mana para pemuda mempunyai visi dan misi yang sama dalam satu arah yang sama dari masing-masing perbedaan. Sedangkan, pada masa kini, pemuda lebih berperan aktif dalam masing-masing bidangnya. Namun, para pemuda tersebut tidak lantas berdiam diri dan hanya menggeluti bidang yang digemarinya tanpa melakukan sesuatu untuk memajukan negara.
Pendiri website pengetahuan Thinkerminus.com ini mencontohkan, dalam bidang yang digelutinya, para pemuda IT tergabung dalam suatu forum diskusi yang mulanya hanya sebagai tempat berbagi ilmu. “Namun ada suatu kondisi di mana pemuda-pemuda yang menggemari IT ini harus berbuat lebih, untuk kepentingan negara misalnya, seperti contoh menanggulangi perang siber dengan Malaysia. Kami ingin menunjukkan, tindakan nyata ini untuk melindungi pemerintah dan negara meski tidak diekspos besar-besaran,” kata Tri Nugroho.
Ia berpendapat setiap pemuda yang menggeluti suatu profesi, maka profesinya adalah jembatan untuk memberi andil bagi negara. Meski tidak langsung, jembatan itu dapat dibangun dengan kebersamaan antar pemuda yang menggeluti profesinya. Jadi, Sumpah Pemuda adalah momentum untuk meningkatkan rasa nasionalisme dan memberi sumbangsih besar kepada bangsa dan negara (Noni/Rohmat/LINES)

Peringatan 1 Muharram 1463H Bersama MUI, untuk Indonesia lebih Bermartabat

sumber : http://www.ldii.or.id
MUI menggelar peringatan nasional Hari Raya Islam 1 Muharram 1436 Hijriah pada 26 Oktober 2014 di Stadion Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta. Ketua Umum MUI KH Din Syamsudin mengundang Joko Widodo, jajaran pimpinan DPR, DPD, serta para pejabat tinggi negara dalam acara tersebut. Peringatan tahun baru Islam ini juga dimeriahkan penampilan artis nasional seperti Nidji, Wali, D’Massive, Iis Dahlia, Cristina, dan lain-lain.
din-syamsudinKetua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsudin menyatakan telah mengundang Presiden Baru Indonesia Joko Widodo untuk menghadiri acara peringatan nasional Tahun Baru Islam 1 Muharram 1436 Hijriah di Stadion Gelora Bung Karno pada Ahad (26/10) nanti. Kedatangan Presiden Joko Widodo menurut Din Syamsuddin akan menambah kemeriahan hari besar umat Islam itu. “Presiden Joko Widodo menunjukkan komitmen yang tinggi terhadap Islam, dengan menjadikan 1 Muharram sebagai Hari Santri Nasional,” ujar Din Syamsuddin.
Din Syamsuddin menegaskan bahwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mulai tahun ini mengelar perayaan Tahun Baru Hijriah secara besar-besaran. Sebelumnya, perayaan hanya sebatas seremonial seperti pengajian dan syukuran biasa. Ia mengimbau masyarakat yang hadir untuk mengenakan baju berwarna putih untuk menampilkan kekompakan di stadion berkapasitas 100 ribu orang itu.  
Din menegaskan peringatan Tahun Baru Islam 1 Muharam 1436 Hijriah ini akan dihadiri 100 ribu umat Islam yang tergabung dalam ormas Islam yang bernaung di dalam MUI. "Peringatan 1 Muharam ini akan menjadi tonggak persatuan umat. Umat Islam akan menunjukkan kuatnya jalinan ukhuwah islamiyah untuk membangun Indonesia," ujar Din Syamsuddin.
tri-gunawan-hadi
LDII sebagai bagian dari MUI memeriahkan acara ini, dengan mengerahkan 20 ribu warganya yang berasal dari Jabodetabek. Rombongan LDII akan dipimpin oleh Ketua Departemen Hubungan Antar Lembaga DPP LDII Ust. H. Tri Gunawan Hadi. Bagi LDII, 1 Muharram adalah momentum untuk hijrah, sebagaimana Rasulullah SAW yang melakukan hijrah dari Mekkah ke Madinah, untuk memulai periode yang gilang gemilang dalam sejarah penyebaran Islam.
“LDII berharap momentum hijarh ini dialami juga oleh bangsa Indonesia, yang baru saja memperoleh pemimpin yang baru. Umat Islam berharap Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, mampu menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, terutama umat Islam. Agar negeri ini kian toleran dan tak terjadi lagi kekerasan atas nama agama,” papar Tri Gunawan Hadi.
DPP LDII berpandangan dalam 10 tahun terakhir kerukunan antar umat beragama dan sesama umat Islam mengalami ujian yang berat. “Umat Islam masih melakukan kekerasan kepada umat agama lain, bahkan dengan umat Islam sendiri. Padahal perbedaan harus diselesaikan dengan saling menasehati, bukan dengan melakukan penyerangan atau perusakan,” papar Tri Gunawan Hadi. Umat Islam di Indonesia harus mengedepankan dialog, saling menghormati dan menghargai, serta lebih toleran. Dengan demikian ukhuwah islamiyah dapat terwujud.
Menurut Tri Gunawan Hadi, DPP LDII mendorong umat Islam dalam ukhuwah islamiyah yang kuat, turut mengambil peran yang lebih besar dalam pembangunan bangsa, terutama di bidang ekonomi. Ancaman krisis ekonomi global, melemahnya nilai tukar rupiah, utang luar negeri yang mencapai Rp 2 ribu triliun, subsidi BBM yang mencapai Rp 300 triliun, dan jurang kemiskinan yang kian melebar, membutuhkan kehadiran umat Islam yang lebih intens untuk memberdayakan ekonomi umat.
“Umat Islam dapat mendirikan baitul mal watanwil, untuk simpan pinjam secara syariah sebagai sumber permodalan. Dengan ekonomi yang syariah selain wujud ibadah, juga menciptakan saling menguntungkan tak merugikan salah satu pihak,” ujar Tri Gunawan Hadi. Tahun baru Islam ini menjadi semacam gerbang bagi bangsa Indonesia sekaligus umat Islam, untuk melangkah ke hal yang lebih baik di berbagai bidang, untuk mewujudkan bangsa Indonesia yang makmur dan sejahtera di segala bidang.

Umar Shihab Menulis Buku "Kapita Selekta Mozaik Islam"


mozaik-islamsumber : http://www.ldii.or.id
Islam memiliki berbagai warna dengan bermacam-macam pendapat, mazhab atau aliran dan pola pikir berbeda. Ketua MUI Umar Shihab menceritakan sedikit pengalaman masa mudanya yang sangat kental dengan pendidikan agama. Waktu itu, Umar sempat bimbang dengan perbedaan ajaran Islam antara pendidikan yang didapatnya di pesantren (perspektif syafi’i) dengan pendidikan di sekolah menengah pertamanya. Umar mempertanyakan kebenaran hal ini kepada sang Abah, Abdurrahman Syihab.

Abdurrahman menanggapi, bahwa kedua pengajaran tersebut benar, tidak pernah ada pembenaran sepihak dalam masalah fikhiyyah. Kemudian Abdurrahman juga berpesan kepada Umar, untuk tidak mudah menyalahkan pendapat orang lain terutama seorang guru. Karena sejatinya guru tidak mungkin mengajarkan sesuatu yang salah kepada muridnya.
Pada zamannya, Abdurrahman Syihab terkenal sebagai orang yang memiliki pandangan dan sikap moderat. Sehingga beliau diterima oleh semua kalangan. Beliau termasuk salah satu idola bagi Umar Shihab selain kawannya, seorang tokoh nasional, Muhammad Natsir. Umar menilai, pemikiran kedua tokoh idolanya ini sejalan satu sama lain. Umar, begitu mengagumi Natsir sebab mantan perdana menteri Indonesia ini merupakan satu-satunya orang yang pernah mempersatukan partai-partai Islam dalam wadah Masyumi.
Natsir juga yang menginspirasi Umar untuk menulis sebuah buku yang berjudul “Kapita Selecta Mozaik Islam” dan baru saja diluncurkan di hotel Sari Pan Pacific, Jakarta pada Jum’at (17/10/14) lalu. Dalam bukunya itu, Umar menyampaikan isu-isu kontemporer yang terjadi dalam dunia Islam. Bahwa perbedaan mazhab bukan kuncinya. Tapi, bagaimana menjadikan perbedaan itu sebagai sebuah rahmat dengan menyikapinya lebih baik, tidak dengan emosi dan menggunakan logika.
Islam bukan perpecahan meski banyak aliran di dalamnya. Sejatinya Islam, tidak akan mengkafirkan satu sama lain, menerima perbedaan dan saling bekerja sama. Islam bukan agama radikal namun penuh kemudahan. Tidak lantas berbeda pendapat kemudian perang. Karena berbeda bukan berarti sebuah kesalahan. 
Umar mengemukakan, buku ini dibuat dengan tujuan untuk membuat masyarakat muslim tidak berpecah belah. Semangat yang ditularkan Umar dan pertemuannya dengan para tokoh idolanya di bagian pengantar tidak lain untuk menciptakan persatuan dan ukhuwah islamiyah.
Din Syamsuddin, Ketua MUI turut menyampaikan apresiasinya kepada Umar Shihab. Beliau mengungkapkan bahwa sangat menaruh hormat terhadap Umar Shihab sebagai seorang moderat dan alim khususnya dari segi keilmuan dan kiprahnya. Din juga menegaskan, fenomena merebaknya gerakan ISIS di Indonesia atau yang sejenisnya perlu mendapat tanggapan serius sebab dapat menimbulkan rasa tidak aman sekaligus mengancam kedaulatan Indonesia. Masih menurut Din, yang perlu digarisbawahi adalah misi universal Islam, untuk menjadi rahmat bagi alam semesta bukan penebar teror.
Senada dengan Din, Lukman Hakim, Menteri Agama yang turut hadir pada acara malam itu menyampaikan bahwa pandangan yang moderat akan mewujudkan sikap tawadhu dan tidak merasa benar sendiri. Sering berdialog, karena dengan berdialog satu sama lain dapat memahami dan menyikapi perbedaan.

“PANCASILA DI MATA LDII”

Pancasila dengan kelima silanya memiliki keterkaitan kuat dengan Islam. Namun, ada saja sebagian ormas Islam yang menolak Pancasila. Padahal, Pancasila memberi akses untuk membumikan semangat Islam di Indonesia.

Kelima sila Pancasila berkaitan dengan prinsip kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan,dan ketuhanan, yang kemudian dalam pembahasan dan perumusan finalnya seperti tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yang berlaku hingga sekarang. “Ideologi ini tercipta dari buah pemikiran golongan Islam dan nasionalis yang merupakan kristalisasi berbagai budaya bangsa jauh sebelum Indonesia merdeka,” ujar Ketua Departemen Pendidikan, Agama, dan Dakwah DPP LDII KH Aceng Karimullah.

Dalam hal pergaulan berbangsa dan bernegara, Islam mengedepankan ajaran toleransi dan nilai-nilai kemanusiaan kepada umatnya. Nilai-nilai kemanusiaan dan toleransi juga terkandung dalam Pancasila. Selain nilai-nilai kemanusiaan dan toleransi, ajaran tentang meng-esakan Tuhan, saling menghormati, kerukunan, permusyawaratan, keadilan dan lain-lain tercantum dalam Al Quran dan Al Hadits yang merupakan pedoman umat Islam.

Mengenai Pancasila, KH Aceng Karimullah menekankan jangan sampai mencampur-adukkan aqidah dengan pergaulan. Dalam hal pergaulan berbangsa dan bernegara, terkait dengan toleransi dan nilai-nilai kemanusiaan beragama, setiap individu bebas memegang keyakinannya masing-masing namun harus tetap saling menghormati dan menghargai antar umat beragama.

KH Aceng memisalkan misalkan ada seseorang yang menganggap keyakinannya paling benar. "Kita tidak perlu merasa terganggu, wong itu kan keyakinan mereka," ujar KH Aceng. Pancasila lah, yang menjadi jembatan penengah di antara perbedaan dua keyakinan.

Islam sebagai agama mayoritas di negara Indonesia memiliki ruang untuk berkembang karena negara menjamin dan melindungi masing-masing agama dan pemeluknya bebas menjalankan syariat, setelah disepakatinya Pancasila sebagai falsafah negara. Ditambah lagi Al Quran dan Al Hadits sebagai penegas kesesuaian sila-sila dalam Pancasila dengan ajaran Islam. Kesimpulannya, Pancasila dan Islam tidak ada pertentangan, bahkan saling menjiwai. Ibarat selotip, Pancasila dan Islam merekat kuat.

Mengutip Ketua MUI Bidang Kerukunan Antar Umat Beragama, Drs. H. Slamet Effendy Yusuf, Msi, memaparkan agama merupakan panutan dari sebagian besar masyarakat, khususnya agama Islam. Karena itu, Pancasila juga harus memiliki nilai-nilai agama. Kemudian ada nilai-nilai budaya lokal yang hidup dalam masyarakat. “Hal-hal semacam itu adalah implementasi dari Pancasila yang hidup di dalam masyarakat Indonesia. Maka bila mengamalkan agama dengan baik, otomatis telah mengamalkan prinsip kenegaraan, Pancasila," ujar Slamet Effendy Yusuf.

Meski sebenarnya Pancasila adalah ideologi final dalam bersikap dan berperilaku kehidupan berbangsa dan bernegara, namun masih ada sebagian ormas Islam yang menolak Pancasila dan cenderung memunculkan sikap radikalisme dan terorisme. Ini disebabkan kurangnya pemahaman terhadap konsep kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, sebagai negara bermayoritas Islam yang aman. Islam menciptakan rasa aman dan damai melalui ajaran-ajarannya dalam Al Quran dan Al Hadits dan sudah tidak diragukan lagi kebenarannya.

Berikut beberapa ayat yang menegaskan sesuainya nilai-nilai Pancasila dengan Islam.

Ketuhanan Yang Maha Esa.
Mengajarkan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kerukunan, toleransi,dan tidak adanya pemaksaan agama. Tercantum dalam Al Quran surat Al Ikhlas ayat 1-3, surat Al A'rafayat 59, dan surat Al Kafirun ayat 6.

Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
Mengajarkan nilai-nilai luhur yang menempatkan kesamaan derajat manusia, hak, dan kewajiban tanpa membedakan suku, agama, ras, dan golongan. Adanya tenggang rasa dan saling hormat menghormati antar sesama. Tercantum dalam Al Qur'an surat Al Hujurot ayat 13, surat An Nisa ayat 135, surat Al Maidah ayat 8, dan surat Al Isro ayat 70.

Persatuan Indonesia.
Terdapat nilai-nilai persatuan, kesatuan, rela berkorban untuk kepentingan umum serta patriotisme. Disebutkan dalam surat Ali Imron ayat 92 dan 103, dan surat Al Hasyr ayat 9.

Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan.
Mengajarkan berharganya nilai musyawarah untuk mencapai mufakat. Dengan semangat kekeluargaan, menghormati pendapat orang lain serta hasil keputusan, dan melaksanakan hasil musyawarah dengan tanggung jawab. Nilai-nilai ini selaras dengan surat Ali Imron ayat 159, surat Yaasin ayat 35, surat Asy Syuroo ayat 38, dan surat Al Isro' ayat 36.

Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Sikap gotong royong, kekeluargaan, berbuat adil pada sesama, setia kawan, dan bekerja keras merupakan implementasi yang terkandung dalam sila kelima ini. Tercantum dalam surat Al Baqoroh ayat 177, Al Maidah ayat 2, Al Isro' ayat 29, dan Ma'arij ayat 24-25.

Melaksanakan nilai-nilai Pancasila adalah sebuah keharusan karena relevan dengan ajaran Islam. Jadi, Pancasila bukan hanya wacana yang dipandang sebagai sejarah bangsa, namun sampai kapan pun adalah pedoman berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia yang perlu dihidup-hidupkan. Islam dan Pancasila, "selotip" pencipta cinta damai negara dan bangsa. 

Akhmad Malik Afandi, SP 
Sekretaris DPD LDII Kabupaten Jember

Pertanian Alternatif Sumbangsih LDII untuk Indonesia


MENGENAL UNDANG-UNDANG YAYASAN (Bagian Pertama)

OLEH
 JANIS EDHIWIBOWO,S.H.

1.                       APA YANG DIMAKSUD DENGAN YAYASAN ITU?
Jawaban :
Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan mendefinisikannya sebagai berikut:
Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.
2.               Siapa Sajakah Yang Dimaksud Dengan Organ Yayasan Itu?
Jawaban :
Pasal 2 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 menentukan Organ Yayasan antara lain : Pembina, Pengurus, dan Pengawas.
3.               Dapatkah Yayasan Melakukan Kegiatan Usaha?
Jawaban :
a)                 Pasal  3 ayat (1) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan menentukan sebagai berikut : Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian maksud dan tujuannya dengan cara mendirikan badan usaha dan/atau ikut serta dalam suatu badan usaha.
Catatan :
a.                 Dengan dirubahnya UU Nomor 16 Tahun 2001 dengan UU Nomor 28 Tahun 2004, ketentuan Pasal 3 ayat (1) UU ini substansinya tetap, hanya saja yang dirubah adalah Penjelasan Pasal demi Pasalnya.

b.                 Penjelasan Pasal 3 ayat (1) sebagaimana tersebut dalam  Penjelasan Pasal Demi Pasal UU Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan UU Nomor 16 Tentang Yayasan menjelaskan sebagai berikut : “Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa Yayasan tidak digunakan sebagai wadah usaha dan Yayasan tidak dapat melakukan kegiatan usaha secara langsung tetapi harus melalui badan usaha yang didirikannya atau melalui badan usaha lain dimana Yayasan menyertakan kekayaannya.

c.                  Dengan adanya ketentuan sebagaimana tersebut dalam Penjelasan Pasal 3 ayat (1) di atas, dapat disimpulkan bahwa, Organ Yayasan tidak diperbolehkan menjadikan Yayasan sebagai Wadah Usaha dan Yayasan tidak boleh menjalankan kegiatan usaha secara langsung melainkan harus melalui  badan  usaha yang didirikannya atau melalui badan usaha lain dimana Yayasan menyertakan kekayaannya.

b)                Pasal 7 ayat (2) UU Nomor 16 tahun 2001 Tentang Yayasan mensyaratkan penyertaan kekayaan Yayasan dalam bidang usaha yang bersifat Prospektif maksimal sebesar 25 (duapuluh lima) %.

c)                 Pasal 7 ayat (3) UU Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan melarang organ-organ Yayasan seperti : Anggota Pembina, Pengurus dan Pengawas yayasan merangkap sebagai Anggota Direksi atau Pengurus dan Anggota Dewan Komisaris atau Pengawas dari badan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2).

d)                Mengenai Kegiatan Usaha dari Badan Usaha yang didirikan Yayasan, Pasal 8 UU Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan  menentukan dan memberikan batasan sebagai berikut : “Kegiatan usaha dari badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) harus sesuai dengan maksud dan tujuan Yayasan serta tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

4.               Larangan-Larangan Apa Sajakah Bagi Organ Yayasan Dalam Mengelola Yayasan?
Jawaban :
a)                 Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas UU nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan menentukan sebagai berikut : “Kekayaan Yayasan baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang diperoleh Yayasan berdasarkan Undang-undang ini, dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung, baik dalam bentuk gaji, upah, maupun honorarium, atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang kepada Pembina, Pengurus dan Pengawas.”

b)                Catatan:
Ø Bahwa, terdapat pengecualian terhadap larangan sebagaimana tersebut dalam Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas UU nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (2) UU Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas UU nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan yang antara lain :
(2) Pengecualian atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat ditentukan dalam Anggaran Dasar Yayasan bahwa Pengurus menerima gaji, upah, atau honorarium, dalam hal Pengurus Yayasan:
a.       bukan pendiri Yayasan dan tidak terafiliasi dengan Pendiri, Pembina, dan Pengawas; dan
b.                 melaksanakan kepengurusan Yayasan secara langsung dan penuh.
Ø    Menurut Penjelasan Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan menjelaskan bahwa : “Yang dimaksud dengan "terafiliasi" adalah hubungan keluarga karena perkawinan atau keturunan sampai derajat ketiga, baik secara horizontal maupun vertikal.
Ø    Menurut Penjelasan Pasal 5 ayat (1) huruf b UU Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan : “Yang dimaksud dengan "secara langsung dan penuh" adalah melaksanakan tugas kepengurusan sesuai dengan ketentuan hari dan jam kerja Yayasan bukan bekerja paruh waktu (part time).
Ø    Bahwa,  meskipun Yayasan dilarang membagikan atau mengalihkan kekayaan baik yang berupa uang, barang ataupun kekayaan lainnya secara langsung ataupun tidak langsung baik dalam bentuk gaji, upah, honorarium, atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang kepada Organ-organ Yayasan sebagaimana tersebut di atas, namun berdasarkan ketentuan Pasal  6  UU  Nomor   16   Tahun   2001   Tentang Yayasan : “Yayasan wajib membayar segala biaya atau ongkos yang dikeluarkan oleh organ Yayasan dalam rangka menjalankan tugas Yayasan.”
5.               Bagaimanakah Cara Pendirian & syarat-Syaratnya?
Jawaban :
a)                 Yayasan didirikan oleh satu orang atau lebih dengan memisahkan sebagian harta kekayaan pendirinya, sebagai kekayaan awal (Pasal 9 ayat (1) UU Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan) .
b)                Pendirian Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan akta notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia (Pasal 9 ayat (2) UU Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan).
c)                 Yayasan dapat didirikan berdasarkan surat wasiat (Pasal 9 ayat (3) UU Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan).
d)                Biaya pembuatan akta notaris sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (Pasal 9 ayat (4) UU Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan).
e)                 Biaya pembuatan akta notaris sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (Pasal 9 ayat (5) UU Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan).
f)                  Dalam hal Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didirikan oleh orang asing atau bersama-sama orang asing, mengenai syarat dan tata cara pendirian Yayasan tersebut diatur dengan Peraturan Pemerintah (Pasal  9 ayat (5) UU Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan).
g)                 Dalam pembuatan akta pendirian Yayasan, pendiri dapat diwakili oleh orang lain berdasarkan surat kuasa (Pasal  10 ayat (1) UU Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan).
h)                Dalam hal pendirian Yayasan dilakukan berdasarkan surat wasiat, penerima wasiat bertindak mewakili pemberi wasiat (Pasal  10 ayat (2) UU Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan).
i)                   Dalam hal surat wasiat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dilaksanakan, maka atas permintaan pihak yang berkepentingan, Pengadilan dapat memerintahkan ahli waris atau penerima wasiat yang bersangkutan untuk melaksanakan wasiat tersebut (Pasal  10 ayat (3) UU Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan).
j)                   Yayasan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian Yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2), memperoleh pengesahan dari Menteri (Pasal  11 ayat (1) UU Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan).
k)                Untuk memperoleh pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pendiri atau kuasanya mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Notaris yang membuat akta pendirian Yayasan tersebut Permohonan pengesahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2), diajukan secara tertulis kepada Menteri (Pasal 11  (2) UU Nomor 2008 Tahun 2004  Tentang Perubahan Atas UU Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan) .
l)                   Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib menyampaikan permohonan pengesahan kepada Menteri dalam jangka waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian Yayasan ditandatangani (Pasal 11 ayat (3) UU Nomor 2008 Tahun 2004  Tentang Perubahan Atas UU Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan) .
m)              Dalam memberikan pengesahan akta pendirian Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat meminta pertimbangan dari instansi terkait dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap (Pasal 11 ayat (4) UU Nomor 2008 Tahun 2004  Tentang Perubahan Atas UU Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan) .
n)                Instansi terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (4), wajib menyampaikan jawaban dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal permintaan pertimbangan diterima (Pasal 11 ayat (5) UU Nomor 2008 Tahun 2004  Tentang Perubahan Atas UU Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan) .
o)                Permohonan pengesahan akta pendirian Yayasan dikenakan biaya yang besarnya ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (Pasal 11 ayat (6) UU Nomor 2008 Tahun 2004  Tentang Perubahan Atas UU Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan) .
p)                Permohonan pengesahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2), diajukan secara tertulis kepada Menteri (Pasal 12 ayat (1) UU Nomor 2008 Tahun 2004  Tentang Perubahan Atas UU Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan) .
q)                Pengesahan terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan atau ditolak dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap (Pasal 12 ayat (2) UU Nomor 2008 Tahun 2004  Tentang Perubahan Atas UU Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan) .
r)                  Dalam hal diperlukan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal I1 ayat (4), pengesahan diberikan atau ditolak dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal jawaban atas permintaan pertimbangan dari instansi terkait diterima (Pasal 12 ayat (3) UU Nomor 2008 Tahun 2004  Tentang Perubahan Atas UU Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan) .
s)                 Dalam hal permohonan pengesahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) ditolak, Menteri wajib memberitahukan secara tertulis disertai dengan alasannya, kepada pemohon mengenai penolakan pengesahan tersebut (Pasal 13 ayat (1) UU Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan) .
t)                  Alasan penolakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah bahwa permohonan yang diajukan tidak sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini dan/atau peraturan pelaksanaannya (Pasal 13 ayat (2) UU Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan) .
u)                Perbuatan hukum yang dilakukan oleh Pengurus atas nama Yayasan sebelum Yayasan memperoleh status badan hukum menjadi tanggung jawab Pengurus secara tanggung renteng (Pasal 13 A ayat (1) UU Nomor 2008 Tahun 2004  Tentang Perubahan Atas UU Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan) .
v)                Akta pendirian memuat Anggaran Dasar dan keterangan lain yang dianggap perlu (Pasal 14 ayat (1) UU Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan) .
6.               Bab Pendirian  Yayasan  Berdasarkan  Surat Wasiat
Jawaban :
a)                 Pendirian Yayasan berdasarkan surat wasiat harus dilakukan dengan surat wasiat terbuka (Pasal 8 PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan) .
Catatan:
Ø    Bahwa, yang dimaksudkan dengan Surat Wasiat Terbuka dalam Pasal ini menurut Penjelasan Pasal 8 PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan UU Yayasan : “surat wasiat yang dibuat di hadapan notaris sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
b)                Pendirian Yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dilaksanakan sebagai berikut:
a. pendirian Yayasan langsung dimuat dalam surat wasiat yang bersangkutan dengan mencantumkan ketentuan Anggaran Dasar Yayasan yang akan didirikan; atau
b.                    pendirian Yayasan dilaksanakan oleh pelaksana wasiat sebagaimana diperintahkan dalam surat wasiat oleh pemberi wasiat sesuai dengan ketentuan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah ini (Pasal 9 PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan) .
7.               Bab Syarat Dan Tata Cara Pendirian Yayasan Oleh  Orang Asing
Jawaban :
a)                 Orang Asing atau Orang Asing bersama Orang Indonesia dapat mendirikan Yayasan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah ini (Pasal 10 ayat (1) PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan) .
b)                Yayasan yang didirikan oleh Orang Asing atau Orang Asing bersama Orang Indonesia selain berlaku Peraturan Pemerintah ini berlaku juga ketentuan peraturan perundang-undangan lain (Pasal 10 ayat (2) PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan).
c)                 Yayasan yang didirikan oleh orang perseorangan asing harus memenuhi persyaratan dokumen sebagai berikut:
a. identitas pendiri yang dibuktikan dengan paspor yang sah;
b.     pemisahan sebagian harta kekayaan pribadi pendiri yang dijadikan kekayaan awal Yayasan paling sedikit senilai Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) yang dibuktikan dengan surat pernyataan pendiri mengenai keabsahan harta kekayaan tersebut; dan
c.      surat pernyataan pendiri bahwa kegiatan Yayasan yang didirikan tidak merugikan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia.
(Pasal 11 ayat (1) PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan) .
c)                 Yayasan yang didirikan oleh badan hukum asing harus memenuhi persyaratan dokumen sebagai berikut:
a.     identitas badan hukum asing pendiri Yayasan yang dibuktikan dengan keabsahan badan hukum pendiri Yayasan tersebut;
b.      pemisahan sebagian harta kekayaan pendiri yang dijadikan kekayaan awal Yayasan paling sedikit senilai Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) yang dibuktikan dengan surat pernyataan pengurus badan hukum pendiri mengenai keabsahan harta kekayaan tersebut; dan
c.      surat pernyataan dari pengurus badan hukum yang bersangkutan bahwa kegiatan Yayasan yang didirikan tidak merugikan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia.;
(Pasal 11 ayat (2) PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan) .
d)                Yayasan yang didirikan oleh Orang Asing atau Orang Asing bersama Orang Indonesia, salah satu anggota Pengurus yang menjabat sebagai ketua, sekretaris, atau bendahara wajib dijabat oleh warga negara Indonesia (Pasal 12 ayat (1) PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan) .
e)                 Anggota Pengurus Yayasan yang didirikan oleh Orang Asing atau Orang Asing bersama Orang Indonesia wajib bertempat tinggal di Indonesia (Pasal 12 ayat (2) PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan) .
f)                  Anggota Pengurus Yayasan yang berkewarganegaraan asing harus pemegang izin melakukan kegiatan atau usaha di wilayah negara Republik Indonesia dan pemegang Kartu Izin Tinggal Sementara (Pasal 12 ayat (3) PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan) .
8.               Bab Tata  Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Akta Pendirian Dan Persetujuan Akta Perubahan Anggaran Dasar Yayasan
Jawaban :
a)                 Permohonan pengesahan akta pendirian Yayasan untuk memperoleh status badan hukum Yayasan diajukan kepada Menteri oleh pendiri atau kuasanya melalui notaris yang membuat akta pendirian Yayasan (Pasal 15 ayat (1) PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan) .
b)                Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri:
a.           salinan akta pendirian Yayasan;
b.           fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Yayasan yang telah dilegalisir oleh notaris;
c.            surat pernyataan tempat kedudukan disertai alamat lengkap Yayasan yang ditandatangani oleh Pengurus Yayasan dan diketahui oleh lurah atau kepala desa setempat;
d.           bukti penyetoran atau keterangan bank atas Nama Yayasan atau pernyataan tertulis dari pendiri yang memuat keterangan nilai kekayaan yang dipisahkan sebagai kekayaan awal untuk mendirikan Yayasan;
e.            surat pernyataan pendiri mengenai keabsahan kekayaan awal tersebut;
f.             bukti penyetoran biaya pengesahan dan pengumuman Yayasan;
(Pasal 15 ayat (2) PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan).
b)                Pengajuan permohonan pengesahan akta pendirian Yayasan untuk memperoleh status badan hukum Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus disampaikan kepada Menteri paling lambat 10 (sepuluh) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian Yayasan ditandatangani (Pasal 15 ayat (3) PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan).
c)                 Permohonan persetujuan perubahan Anggaran Dasar Yayasan mengenai nama dan kegiatan Yayasan diajukan kepada Menteri oleh Pengurus Yayasan atau kuasanya melalui notaris yang membuat akta perubahan Anggaran Dasar Yayasan (Pasal 16 ayat (1) PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan).
d)                Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri:
a.           salinan akta perubahan Anggaran Dasar Yayasan;
b.           fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Yayasan yang telah dilegalisir oleh notaris; dan
c.            bukti penyetoran biaya persetujuan perubahan Anggaran Dasar dan pengumumannya .
(Pasal 16 ayat (2) PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan)
e)                 Perubahan Anggaran Dasar Yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, mulai berlaku sejak tanggal persetujuan Menteri (Pasal 17 PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan).
9.               Bab Tata cara pemberitahuan perubahan anggaran dasar dan perubahan data yayasan
Jawaban :
a)                 Pemberitahuan perubahan Anggaran Dasar Yayasan selain perubahan nama dan kegiatan Yayasan disampaikan kepada Menteri oleh Pengurus Yayasan untuk dicatat dalam Daftar Yayasan dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia (Pasal 18 ayat (1) PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan) .
b)                Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri:
a.           salinan akta perubahan Anggaran Dasar Yayasan;
b.           fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Yayasan yang telah dilegalisir oleh notaris;
c.            bukti penyetoran biaya penerimaan pemberitahuan perubahan Anggaran Dasar dan pengumumannya.
(Pasal 18 ayat (2) PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan) .
c)                 Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Yayasan yang:
a.           mengubah tempat kedudukan harus melampirkan surat pernyataan tempat kedudukan Yayasan yang ditandatangani oleh pengurus Yayasan dan diketahui oleh lurah atau kepala desa setempat;
b.           memperoleh bantuan negara, bantuan luar negeri, dan/atau pihak lain sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau lebih dalam 1 (satu) tahun buku atau mempunyai kekayaan di luar harta wakaf sebesar Rp20.000.000.000,00  (dua  puluh  miliar rupiah)   atau   lebih  harus melampirkan pengumuman surat kabar yang memuat ikhtisar laporan tahunan dan tembusan hasil audit laporan tahunan .
(Pasal 18 ayat (3) PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan) .
d)                Pemberitahuan perubahan data Yayasan disampaikan kepada Menteri oleh Pengurus Yayasan atau kuasanya dengan melampirkan dokumen yang memuat perubahan tersebut  (Pasal 19 ayat (1) PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan) .
e)                 Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku sejak tanggal perubahan data dicatat dalam Daftar Yayasan (Pasal 19 ayat (1) PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan) .
10.         Bab Syarat dan tata cara pemberian bantuan negara kepada yayasan
Jawaban :
a)                 Bantuan negara adalah bantuan dari negara kepada Yayasan yang didirikan oleh Orang Indonesia yang pelaksanaannya dilakukan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah (Pasal 20 ayat (1) PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan) .
b)                Bantuan negara yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Pasal 20 ayat (2) PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan).
c)                 Bantuan negara yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Pasal 20 ayat (3) PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan).
d)                Bantuan negara hanya dapat diberikan kepada Yayasan jika Yayasan memiliki program kerja dan melaksanakan kegiatan yang menunjang program Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah (Pasal 21 ayat (1) PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan) .
e)                 Bantuan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sesuai dengan alokasi dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan dapat dalam bentuk:
a.           uang; dan/atau
b.           jasa dan/atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang yang dilakukan dengan cara hibah atau dengan cara lain.
(Pasal 21 ayat (2) PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan) .
f)                  Pelaksanaan pemberian bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 21 ayat (3) PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan) .
g)                 Bantuan negara kepada Yayasan dapat diberikan tanpa adanya permohonan atau atas dasar permohonan dari Yayasan (Pasal 22 ayat (1) PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan) .
h)                Bantuan negara kepada Yayasan yang diberikan tanpa adanya permohonan dari Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 22 ayat (2) PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan) .
i)                   Bantuan negara yang diberikan kepada Yayasan atas dasar permohonan, diajukan secara tertulis oleh Pengurus Yayasan kepada:
a.           menteri atau pimpinan lembaga pemerintah nondepartemen yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya berkaitan dengan kegiatan Yayasan; atau
b.           gubernur, bupati, atau walikota di tempat kedudukan Yayasan dan/atau di tempat Yayasan melakukan kegiatannya.
(Pasal 22 ayat (3) PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan) .
j)                   Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilampiri dokumen:
a.           fotokopi Keputusan Menteri mengenai status badan hukum Yayasan;
b.           fotokopi Keputusan Menteri mengenai persetujuan perubahan Anggaran Dasar Yayasan, surat penerimaan pemberitahuan perubahan Anggaran Dasar Yayasan, dan/atau surat penerimaan pemberitahuan perubahan data Yayasan, jika ada;
c.            fotokopi Tambahan Berita Negara Republik Indonesia yang memuat Anggaran Dasar Yayasan;
d.           keterangan mengenai nama lengkap dan alamat Pengurus Yayasan;
e.            fotokopi laporan keuangan Yayasan selama 2 (dua) tahun terakhir secara berturut-turut sesuai dengan Undang-Undang;
f.             keterangan mengenai program kerja Yayasan yang sedang dan akan dilaksanakan; dan;
g.           pernyataan tertulis dari instansi teknis yang berwenang di bidang kegiatan Yayasan.
(Pasal 22 ayat (4) PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan) .
k)                Menteri terkait atau pimpinan lembaga pemerintah nondepartemen, gubernur, bupati, atau walikota meneliti kebenaran dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan mencari fakta atau keterangan tentang keadaan Yayasan yang bersangkutan dari pihak lain yang dapat dipertanggungjawabkan akurasinya (Pasal 22 ayat (5) PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan) .
l)                   Selain fakta atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), masyarakat dapat pula menyampaikan data atau keterangan secara tertulis kepada menteri terkait atau pimpinan lembaga pemerintah nondepartemen, gubernur, bupati, atau walikota mengenai Yayasan yang akan menerima bantuan negara dengan cara mengemukakan fakta yang diketahuinya (Pasal 22 ayat (6) PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan) .
m)              Menteri terkait atau pimpinan lembaga pemerintah nondepartemen, gubernur, bupati, atau walikota dilarang memberikan bantuan negara kepada Yayasan jika bantuan tersebut akan memberikan keuntungan kepada:
a.           perusahaan yang secara langsung atau tidak langsung dimiliki atau dikendalikan oleh Pembina, Pengurus, Pengawas, atau pelaksana harian Yayasan; atau
b.           orang atau badan usaha mitra kerja Yayasan atau pihak lain yang menerima penyertaan dari Yayasan.
(Pasal 23 PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan) .
n)                Yayasan yang menerima bantuan negara wajib membuat dan menyampaikan laporan tahunan Yayasan setiap 1 (satu) tahun sekali kepada menteri terkait atau pimpinan lembaga pemerintah nondepartemen, gubernur, bupati, atau walikota yang memberikan bantuan tersebut (Pasal 24 ayat (1) PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan).
o)                Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi laporan kegiatan dan laporan keuangan (Pasal 24 ayat (2) PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan).
p)                Bantuan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 hanya dapat digunakan oleh Yayasan sesuai dengan maksud dan tujuan serta kegiatan Yayasan berdasarkan Anggaran Dasar dan sesuai dengan program kerja Yayasan (Pasal 25 ayat (1) PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan).
q)                Penggunaan bantuan negara yang telah diterima oleh Yayasan tetapi tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab anggota Pengurus Yayasan secara tanggung renteng (Pasal 25 ayat (2) PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan).
r)                  Bantuan negara yang diterima oleh Yayasan dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung kepada Pembina, Pengurus, dan Pengawas, atau pihak lain (Pasal 25 ayat (3) PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan) .
s)                  Tanggung jawab perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tidak menghapus tanggung jawab pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 25 ayat (4) PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan) .

11.         Bab  Syarat Dan Tata Cara Yayasan  Asing Melakukan Kegiatan Di Indonesia
Jawaban :
a)                 Yayasan asing dapat melakukan kegiatan di Indonesia hanya di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan (Pasal 26 ayat (1) PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan) .
b)                Yayasan asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk melakukan kegiatannya di Indonesia harus bermitra dengan Yayasan yang didirikan oleh Orang Indonesia yang mempunyai maksud dan tujuan yang sama dengan yayasan asing tersebut. (Pasal 26 ayat (2) PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan) .
c)                 Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus aman dari aspek politis, yuridis, teknis, dan sekuriti (Pasal 26 ayat (3) PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan) .
d)                Kemitraan antara yayasan asing dan Yayasan yang didirikan oleh Orang Indonesia dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 26 ayat (4) PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan) .
e)                 Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus aman dari aspek politis, yuridis, teknis, dan sekuriti (Pasal 26 ayat (3) PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan) .
f)                  Kemitraan antara yayasan asing dan Yayasan yang didirikan oleh Orang Indonesia dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 26 ayat (4) PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan) .

12.         Bab Tata Cara Penggabungan Yayasan
Jawaban :
a)                 Penggabungan Yayasan dilakukan dengan cara penyusunan usul rencana Penggabungan oleh Pengurus masing-masing Yayasan (Pasal 27 ayat (1) PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan) .
b)                Usul rencana Penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat sekurang-kurangnya:
a.           keterangan mengenai Nama Yayasan dan tempat kedudukan Yayasan yang akan melakukan Penggabungan;
b.           keterangan mengenai Nama Yayasan dan tempat kedudukan Yayasan yang akan melakukan Penggabungan;
c.            penjelasan dari masing-masing Yayasan mengenai alasan dilakukannya Penggabungan;
d.           ikhtisar laporan keuangan Yayasan yang akan melakukan Penggabungan;
e.            keterangan mengenai kegiatan utama Yayasan dan perubahan selama tahun buku yang sedang berjalan;
f.             rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang sedang berjalan;
g.           cara penyelesaian status pelaksana harian, pelaksana kegiatan, dan karyawan Yayasan yang akan menggabungkan diri;
h.           perkiraan jangka waktu pelaksanaan Penggabungan;
i.             keterangan mengenai Nama Yayasan dan tempat kedudukan Yayasan yang akan melakukan Penggabungan;
j.             rancangan perubahan Anggaran Dasar Yayasan yang menerima Penggabungan, jika ada.
(Pasal 27 ayat (2) PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan)
c)                 Rencana Penggabungan Yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 merupakan bahan penyusunan rancangan akta Penggabungan oleh Pengurus Yayasan yang akan melakukan Penggabungan (Pasal 28 ayat (1) PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan) .
d)                Rancangan akta Penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapat persetujuan dari Pembina masing-masing Yayasan (Pasal 28 ayat (2) PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan) .
e)                 Rancangan akta Penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam akta Penggabungan yang dibuat di hadapan notaris, dalam bahasa Indonesia (Pasal 28 ayat (3) PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan).
f)                  Dalam hal Penggabungan Yayasan tidak diikuti dengan perubahan Anggaran Dasar maka Pengurus Yayasan yang menerima Penggabungan wajib menyampaikan akta Penggabungan kepada Menteri (Pasal 29 ayat (1) PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan) .
g)                 Penggabungan mulai berlaku terhitung sejak tanggal penandatanganan akta Penggabungan atau tanggal yang ditentukan dalam akta Penggabungan (Pasal 29 ayat (2) PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan).
h)                Tanggal yang ditentukan dalam akta Penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus lebih akhir dari tanggal akta Penggabungan (Pasal 29 ayat (3) PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan) .
i)                   Dalam hal Penggabungan Yayasan diikuti dengan perubahan Anggaran Dasar, akta perubahan Anggaran Dasar disusun oleh Pengurus Yayasan yang menerima Penggabungan dan harus mendapat persetujuan dari Pembina yang menerima Penggabungan
(Pasal 30 PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan).
j)                   Dalam hal Penggabungan Yayasan diikuti dengan perubahan Anggaran Dasar yang tidak memerlukan persetujuan Menteri, Pengurus Yayasan wajib memberitahukan perubahan Anggaran Dasar kepada Menteri dengan dilampiri salinan akta perubahan Anggaran Dasar dan salinan akta Penggabungan (Pasal 31 ayat (1) PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan) .
k)                Perubahan Anggaran Dasar Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku sejak tanggal pemberitahuan perubahan Anggaran Dasar diterima Menteri atau tanggal kemudian yang ditetapkan dalam akta Penggabungan (Pasal 31 ayat (2) PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan).
l)                Dalam hal Penggabungan Yayasan disertai perubahan Anggaran Dasar yang mencakup ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang, Pengurus Yayasan yang menerima Penggabungan wajib menyampaikan akta perubahan Anggaran Dasar kepada Menteri untuk mendapat persetujuan, dengan dilampiri salinan akta perubahan Anggaran Dasar dan salinan akta (Pasal 32 ayat (1) PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan) .
m)              Penggabungan Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku sejak tanggal perubahan Anggaran Dasar disetujui oleh Menteri atau tanggal kemudian yang ditetapkan dalam persetujuan Menteri (Pasal 31 ayat (2) PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan).
n)                Dalam hal Penggabungan Yayasan disertai perubahan Anggaran Dasar yang mencakup ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang, Pengurus Yayasan yang menerima Penggabungan wajib menyampaikan akta perubahan Anggaran Dasar kepada Menteri untuk mendapat persetujuan, dengan dilampiri salinan akta perubahan Anggaran Dasar dan salinan akta penggabungan (Pasal 32 ayat (1) PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan).
o)                Penggabungan Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku sejak tanggal perubahan Anggaran Dasar disetujui oleh Menteri atau tanggal kemudian yang ditetapkan dalam persetujuan Menteri.(Pasal 32 ayat (2) PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan).
p)                Hasil Penggabungan Yayasan wajib diumumkan oleh Pengurus Yayasan yang menerima Penggabungan dalam 1 (satu) surat kabar harian berbahasa Indonesia, paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal Penggabungan berlaku (Pasal 33 PP Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang  Yayasan).

Demikianlah Tulisan Artikel ini saya bagi menjadi 2 (dua) bagian, berhubung masih banyak yang perlu kami bahas, Insya Allah akan saya lanjutkan dalam kesempatan lain.
Saya sadar, bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, dan tentunya di sana-sini masih banyak dijumpai kekurangan, karena itu saya sangat berharap segala masukan dan kritikan dari pembaca.
Mudah-mudahan tulisan ini dapat membawa manfaat dan barokah bagi kita