Membuat Pupuk Organik Ramah Lingkungan (Nara Sumber : Ir.H. Arif Iswanto, M.Sc)



"Solusi Mengurangi Ketergantungan Petani Pada Pupuk Kimia dan Meningkatkan Kemandirian Petani Dalam Membuat Pupuk Organik Sebagai Upaya Pelestarian Bercocok Tanam Ramah Lingkungan"
          
          Ir. H. Arief Iswanto, MSc adalah Dewan Penasehat DPD LDII Kabupaten Jember, Konsultan Australian Centre for International Agricultural Research (ACIAR) untuk tanaman kakao; Direktur PT Pupuk Organik Rajawali ; Direktu CV Mitra Alam Lestari;  

Pertanian organik memiliki pengertian bercocok tanam dengan cara menghindari penggunaan bibit dan benih hasil rekayasa genetika (genetically modified organism), menghindari pemakaian pestisida kimia sintetis dan menghindari penggunaan pupuk kimia, termasuk hormon tumbuh sintetis. Sebagai ilustrasi, kandungan bahan organik tanah pertanian idealnya diatas 5% namun saat ini kandungan tanah sawah di Indonesia umumya kurang dari 2%, dan penggunaan pupuk kimia NPK per hektar sawah di Indonesia telah mencapai 1.000 kg, termasuk tertinggi penggunaannya diantara negara ASEAN.
Masyarakat pertanian Indonesia tidak perlu kawatir akan potensi bahan baku kompos penghasil pupuk organik. Di negeri ini, produk samping tanaman seperti jerami padi, blotong tebu, tandan kosong kelapa sawit, kulit buah, seresah daun, pangkasan ranting tanaman, serbuk gergaji kayu, serta limbah industri pertanian lainnya, misalnya limbah pabrik tapioka tersedia dalam jumlah besar dan belum semuanya terjamah untuk dijadikan kompos diperkaya. Disamping itu, masih tersedia sampah organik dari pasar, hotel atau rumah tangga serta kotoran ternak. Saat ini, dekomposisi dan lamanya proses pengomposan, serta produk ikutan yang dirasakan memperumit pembuatan kompos yang layak disebut sebagai pupuk organik telah dapat diatasi.
Penemuan mikroba, khususnya yang bersifat an-aerob, sebagai dekomposer (misalnya, jamur pelapuk putih; Polyotha sp) dan mikroba pemerkaya kompos menjadikan makin besar peluang kompos sebagai pupuk alternatif di masa kini dan mendatang. Mikroba yang digunakan dalam memperkaya kompos adalah Trichoderma harzianum yang juga dikenal sebagai Plant Growt Promoting Rhizobacteria (PGPR) dan Trichoderma pseudokoningii sebagai pengendali penyakit tular tanah (Phytophthora sp.), disamping mikroba Aspergillus niger yang diketahui dapat melarutkan P dari sumber-sumber yang sukar larut didalam tanah. Produk mikroba tersebut dikenal dengan nama PROMI (Promoting Microbes). Keunggulan PROMI, diantaranya adalah proses pendekomposisiannya tidak perlu bahan tambahan lainnya, kecuali bahan baku yang akan dijadikan kompos, pembuatannya tidak perlu dibolak-balik karena mikroba pengayanya bersifat an-aerob (tidak mutlak memerlukan O2 dalam kehidupannya) serta menghasilkan produk tanaman yang aman dan sehat dikonsumsi. Disamping itu,.pupuk organik cair telah banyak pula beredar dan dimanfaatkan oleh petani dan pekebun sebagai pelengkap penggunaan kompos. Pupuk organik cair tersebut (diantaranya PROMO; Promoting Organic) dibuat juga dari hasil dekomposisi atau fermentasi organ tanaman terpilih dengan pelarut asam humad, vinasse, asam fulvat atau asam-asam organik lainnya yang bermanfaat, disamping air.

Hasil pengujian dan pemanfaatan PROMI dan PROMO
1.       Pada Tanaman Padi
Biaya Kompos Diperkaya Mikroba dan Pupuk antara pertanian padi organik versus kimiawi.
Komponen Pupuk per hektar
Kompos Diperkaya Mikroba (Rp)
Pupuk Kimia (Rp)
Kompos (2 kg PROMI/5 ton jerami + kotoran ternak)
 60.000,-
-
Pupuk Organik Cair (20 ltr : PROMO)
600.000,-
-
NPK (800 kg)
-
1.500.000,-
Total
660.000,-
1.500.000,-

Populasi cacing dan akar baru tanaman setelah tanah dikompos (gambar A) serta hamparan padi dipupuk kompos diperkaya mikroba (gambar B) dan padi dipupuk kimia (sebelah kanan gambar B). Pemakaian kompos ternyata juga tidak menyebabkan produksi tanaman padi lebih rendah dibandingkan memakai pupuk kimia, sebagai tertera pada tabel dibawah ini.
No
Lokasi
Varitas
Produksi/ton
GKS
per Hektar



PROMO & PROMI
Kimia
Beda
1
Ds. Jenggawah
Ciherang
7,2
5,8
1,4
2
Ds. Jenggawah
IR64
7.5
5,8
1,7
3
Ds. Panti
Mamberamo
8.1
5,7
2,4
4
Ds. Panti
Ciherang
6,9
5,2
1,7
5
Kab.Malang
Cimelati
6,5
5,4
1,1
6
Kab. Malang
Cibogo
6,4
5,2
1,2
7
Ds. Mayang
IR64
7,1
5,7
1,4
8
Ds. Wuluhan
Cibogo
8,2
5,8
2,4


2.     Pada Tanaman Kakao

Pada tanaman kakao, pemberian kompos juga tidak menyebabkan produksi buah per tanaman lebih rendah dibandingkan tanaman yang dipupuk secara kimiawi. Demikian juga, bobot dan jumlah akar serta jumlah cacing per 1 kg tanah berkompos lebih banyak dibandingkan tanah diperlakukan secara kimiawi. 

Kesimpulan :

Pupuk kompos diperkaya mikroba yang diaplikasikan pada tanaman bersama pupuk organik cair dapat mengganti peran pupuk kimia, menghasilkan produksi tanaman relative tidak berbeda, bahkan lebih baik dari segi keamanan dan kesehatan untuk dikonsumsi, disamping budidayanya ramah lingkungan.

Bunga Rampai :

Kebutuhan Indonesia akan beras per kapita per tahun adalah 142 kg. Dengan asumsi memenuhi 200.000 orang maka diperlukan beras per tahun 142 kg x 200.000 = 28.400.000 kg atau 28.400 ton.
Andai 1 hektar sawah per musim tanam menghasilkan 4 ton beras dengan 2 kali musim tanam maka diperlukan luasan sawah untuk memenuhi kecukupan beras untuk 200.000 orang 28.400 : 4 : 2 = 3.550 hektar.
Untuk 200 juta penduduk maka cukup 3.550.000 hektar sawah berpengairan teknis perlu disiapkan secara intensif.
Bandingkan dengan luas daratan Indonesia  ….. horee ….. Indonesia akan kecukupan beras.