Menghijaukan kembali bekas area penambangan batu bara


Go Green :
Penghutanan kembali areal tanpa top soil pada Penambangan batu bara Tanpa Izin


Ir. H. Arief Iswanto, MSc, Dewan Pembina LDII Kabupaten Jember; Konsultan Community Development  PT Arutmin Indonesia, Tambang batu bara – Senakin, Kalimantan Selatan; dan Konsultan Australian Centre for International Agricultural Research untuk Tanaman Kakao

Penulis, sejak tahun 2006, turut berperan aktif dalam mensukseskan penanaman pohon untuk mencegah Global Warning yang dicanangkan di tambang batu bara Senakin, PT Arutmin Indonesia. Sebagai konsultan dibidang community development di perusahaan tersebut, penulis menyarankan penggunaan kompos diperkaya mikroba untuk media tumbuh tanaman untuk program revegetasi.
Kompos dihasilkan dari limbah pertanian dan perkebunan yang ada di sekitar areal tambang batu bara tersebut, baik bahan bakunya berasal dari jerami padi, tandan kelapa sawit kosong maupun serbuk gergaji atau bahkan dari alang-alang. Limbah pertanian tersebut dipercepat pembusukannya (decomposed) dan diperkaya mikroba agar segera siap menjadi kompos dengan decomposer Promoting Microbes (PROMI). Terbukti dalam waktu 1,5 bulan setelah didemkomposisi dengan PROMI, limbah tandan kelapa sawit kosong telah layak menjadi kompos yang diperkaya mikroba, siap digunakan untuk media tumbuh tanaman. Sedangkan untuk pengomposan jerami dan serbuk gergaji dengan menggunakan PROMI diperlukan waktu 2 sampai 3 minggu.
Kompos tersebut diharapkan dapat mengganti peran top soil sebagai media tumbuh, yang pada waktu itu telah hilang dan sulit ditemukan di areal sekitar Penambangan batu bara Tanpa Izin (PETI). Penggunaan kompos untuk tanaman fast growing serta pertumbuhan awal tanaman sampai tanaman berumur 1,5 sd 2 tahun di areal PETI di tambang batu bara Senakin, Kalimantan Selatan dilaporkan dalam gambar dan tulisan berikut.



·     Areal bekas PETI (Gambar 1) dan areal penampungan material reject (Gambar 2) yang tidak mempunyai top soil harus direvegetasi dengan tanaman fast growing. Top soil tidak terdeksi hilangnya karena adanya penambangan batu bara secara illegal ketika awal maraknya masa reformasi.
 1
 
2

 ·     Pada areal PETI dengan drainasi yang baik (tingkat kemiringan lebih dari 5%), bibit akasia, sengon dan karet ditanam pada media kompos diperkaya mikroba  dari bahan limbah sawit yang dimasukkan pada lubang tanam ukuran 60x60x60 cm (Gb 3). Bibit akasia (Gb.4), sengon (Gb. 5) dan karet (Gb. 6) tumbuh dengan baik dan subur pada media kompos sebagai pengganti top soil, yang ditunjukkan oleh pertumbuhan normal tunas dan daun baru. 



 
5

 


·     Pada areal PETI yang rata dengan drainasi, bibit ditanam dengan sistem gundukan atau kenongan (Gb. 7) dengan batu pelindung. Batu pelindung di sekitar tanaman efektif untuk menghindari pengrusakan oleh hama babi hutan (Gb. 8). Bibit akasia (Gb. 9) dan karet (Gb. 10) tumbuh normal dan sehat pada sistem gundukan dengan batu pelindung.


 


 
10 

·     Rumput dan gulma berdaun tumbuh subur di sekitar tanaman pada tempat yang diberi kompos di sekitar lubang tanam (Gb.11 dan 12). Demikian pula tanaman penutup tanah tumbuh normal di atas kompos (Gb.13). Jumlah dan jenis tanaman yang tumbuh di atas kompos, tumbuh lebih subur dibandingkan dengan yang tumbuh di tanah biasa (top soil) di areal di dekatnya. Hal ini menunjukkan bahwa kompos dapat menggantikan fungsi top soil dalam revegetasi areal PETI.
11  
12  
13

·     Setelah beberapa tahun, fast growing tree, seperti sengon dan akasia, tampak tumbuh berkembang layaknya ditanam di tanah normal yang memiliki top soil (Gb.14 & Gb.15).

 14
  Tanaman sengon tumbuh normal pada media kompos
             15   

 16    
Tanaman akasia (Gb.15) dan sengon (Gb 16) masing-masing umur 1,5 tahun tumbuh pada media kompos.

Akhirnya, sukses revegetasi, sukses Go Green dan sukses berperan aktif dalam pencegahan Global Warning.