Perlindungan Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana


Saat ini proses peradilan pidana terhadap anak menunjukkan adanya kecenderungan bersifat merugikan perkembangan jiwa anak di masa mendatang dengan adanya stigmatisasi.  Kecenderungan yang bersifat merugikan dari sarana penal ini  menurut Paulus Hadisusasto disebabkan lemahnya pengaturan substansial dalam UU No. 3 tahun 1997. Kurang profesionalnya aparat penegak hukum dalam penanganan anak dan kurang memadainya sarana pendukung bagi penempatan anak-anak delinkluen sewaktu proses pemeriksaan maupun proses adjudikasi juga menjadi fakor penyebab lainnya.  Demikianlah, sanksi pidana tak memberi garansi bahwa seseorang akan tetap taat pada norma hukum setelah selesai menjalani pidana. Oleh karenanya perlu untuk dicari alternatif lain dalam rangka perbaikan bagi pelaku tindak pidana, terutama untuk pelaku anak yaitu salah satunya dengan cara non-litigasi.

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dimaksudkan untuk melindungi dan mengayomi Anak yang berhadapan dengan hukum agar dapat menyongsong masa depannya yang masih panjang, serta memberi kesempatan kepada Anak agar melalui pembinaan akan diperoleh jati dirinya untuk menjadi manusia yang mandiri, bertanggung jawab, dan berguna bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Namun dalam pelaksanaannya Anak diposisikan sebagai obyek, dan perlakuan terhadap Anak yang berhadapan dengan hukum cenderung merugikan Anak. Selain itu Undang-Undang tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan hukum dalam masyarakat dan belum secara komprehensip memberikan perlindungan khusus kepada Anak yang berhadapan dengan hukum sehingga perlu adanya perubahan paradigma dalam penanganan Anak yang berhadapan dengan hukum antara lain didasarkan pada peran dan tugas masyarakat, pemerintah dan lembaga negara lainnya yang berkewajiban dan bertanggung jawab untuk meningkatkan kesejahteraan Anak serta memberikan perlindungan khusus kepada Anak yang berhadapan dengan hukum.

Perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3668) dilakukan dengan tujuan agar dapat terwujud peradilan yang benar-benar menjamin perlindungan kepentingan terbaik Anak yang berhadapan dengan hukum sebagai penerus bangsa

Makna Garuda Didadaku

Kepercayaan generasi muda dan pecinta sepak bola di Indonesia boleh jadi sebagai kesuksesan pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono dalam menanamkan cinta ke-Indonesia-an di bumi Nusantara ini. Sorak-sorai-gemuruh pekik kemerdekaan Republik Indonesia dimasa 1945-an berkobar kembali menjelang piala AFF itu.

Lautan suporter berbaju merah seakan memancarkan energi dahsyat bagi Timnas Indonesia di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Rabu 29 Desember 2010. Pada malam final Piala AFF leg kedua itu, stadion tua yang dibangun sejak 1960 itu padat sesak. Sebanyak 88 ribu tempat duduk yang tersedia tak mampu menampung luapan dukungan masyarakat kepada tim nasional Indonesia (demikian dilansri Vivanews).

Timnas masuk lapangan dengan kepala tegak. Defisit tiga gol yang harus ditanggung dari final leg pertama seperti tak terpikirkan oleh mereka. Apalagi ketika 'Indonesia Raya' berkumandang. Mata sejumlah pemain berkaca-kaca. Mereka tampak siap berjuang habis-habisan.

Sayang penampilan mereka malam itu tak sebaik apa yang diperlihatkan pasukan Alfred Riedl itu saat penyisihan Grup A. Serangan tak mengalir mulus. Absennya Oktovianus Maniani di sayap kiri terasa sangat berpengaruh. Arif Suyono yang diplot Riedl menjadi pengganti gagal menampilkan pemain terbaiknya.

Setelah sempat kesulitan menembus pertahanan tim jiran, harapan akhirnya muncul. Indonesia mendapat tendangan penalti setelah pemain Malaysia handsball di kotak terlarang. Sayang, Firman Utina gagal membawa timnya unggul. Tendangannya terlalu lemah, dan dapat ditangkap kiper Khairul Fahmi Che Mat yang malam itu bermain cekatan.

Tak lama, Malaysia justru yang berada di atas angin. Usai jeda babak pertama, mereka bisa unggul lebih dulu berkat gol Mohd Safee bin Mohd Sali di menit 56.

Dua gol balasan Indonesia yang dicetak M Nasuha (71) serta gol bunuh diri pemain Malaysia yang salah mengantisipasi tendangan M Ridwan tak cukup menggaet Piala AFF ke dalam pelukan negeri. Indonesia menang 2-1, tapi secara agregat kalah 2-4.